26.5 C
Mataram
BerandaEkonomiNTB Bisa Keluar dari “Kemelut” Tambang

NTB Bisa Keluar dari “Kemelut” Tambang

Lombok  (ekbisntb.com) — Pertumbuhan ekonomi NTB selama ini sangat bergantung pada sektor tambang. Ketika ekspor mineral mentah melonjak, ekonomi daerah ikut terbang. Namun, ketika ekspor terhenti, pertumbuhan terjun bebas. Ketergantungan ini dianggap menjadi “jebakan” yang membuat daerah sulit berkembang secara berkelanjutan.

Meski tambang menyumbang hingga 90 persen lebih pembentukan nilai pertumbuhan ekonomi NTB, sektor non-tambang sejatinya memiliki potensi luar biasa jika dikelola dengan benar.

- Iklan -

Pengamat Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Universitas Mataram, Dr. Ihsan Rois, mengemukakan, tambang memang dominan, tapi sejatinya bukan satu-satunya sumber kekuatan NTB.

“Kita punya pertanian, kelautan, industri, pariwisata, dan sektor lainnya. Jika dikelola baik, NTB bisa keluar dari kemelut tambang,” jelas Dr. Ihsan Rois.

Menurutnya, NTB tergolong daerah yang memiliki kekayaan alam luar biasa dari Lombok hingga Sumbawa. Namun kondisi ini juga menimbulkan risiko resource curse atau kutukan sumber daya daerah kaya sumber daya alam justru terjebak kemiskinan karena gagal memanfaatkan nilai tambahnya.

“Yang membuat kita miskin bukan karena tidak punya kekayaan alam, tapi karena lalai pada kekuatan yang lain, sumber daya manusia,” ujarnya.

Ketimpangan pertumbuhan tambang dan non-tambang membuat ekonomi NTB bergejolak. Namun kondisi ini bukan tanpa jalan keluar.

“Banyak daerah maju tanpa bergantung pada tambang. Bahkan jika dibandingkan daerah sesama penghasil tambang pun, kita tertinggal,” kata Ihsan.

Ia mencontohkan Maluku Utara yang bertumpu pada nikel, tetapi mampu mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia. Bahkan Bangka Belitung dan Bali juga lebih unggul dibanding NTB yang punya emas—komoditas bernilai lebih tinggi.

“Mana lebih mahal emas atau nikel, ya pasti emaslah, dan kita penghasilnya. Tapi kenapa pertumbuhan ekonomi kita rendah?,” katanya

Menurutnya, yang salah bukan kekayaannya, tetapi tata kelola.

“Berarti ada yang keliru pada tata kelola kita,” tegasnya.

Tambang berada di bawah kewenangan pusat. Karena itu daerah tidak bisa menjadikan komoditas yang tak dapat dikendalikan sebagai prioritas utama.

“Jika pusat hentikan ekspor, selesai. Kenapa kita bergantung pada sesuatu yang tidak bisa kita pegang? Harusnya fokus ke sektor yang kita kuasai,” ujarnya.

Dr. Ihsan menyebut sejumlah sektor yang bisa menjadi penopang pertumbuhan ekonomi NTB ke depan Kelautan — rumput laut, ikan kerapu, lobster, mutiara. Pertanian dan peternakan.Pariwisata. Industri pengolahan

“Rumput laut, ikan kerapu, mutiara, dan potensi pantai kita tidak dimiliki daerah lain. Ini luar biasa,” katanya.

Demikian juga sektor pariwisata, ia menilai, jika pariwisata di kawasan besar seperti Senggigi dikelola serius, dampaknya sangat masif.

Kemampuan NTB, lanjutnya keluar dari jebakan tambang sangat ditentukan kualitas SDM.

Kampus di NTB sudah cukup banyak, bahkan Unram dan UIN sudah berstatus unggul. Namun, akses masyarakat ke perguruan tinggi masih rendah karena faktor ekonomi, lingkungan, dan kesadaran.

Indeks pembangunan manusia (IPM) NTB saat ini sudah berada di papan tengah nasional, setelah bergerak dari papan bawah. Kondisi ini menurutnya dipengaruhi tiga faktor utama pendapatan, pendidikan, dan kesehatan.

“PR kita besar di sektor pendidikan. Masih banyak masyarakat hanya tamat SD atau SMP. Ini hambatan besar. Pemerintah harus hadir, membantu akses pendidikan. Kampus juga harus jemput bola untuk memperkuat IPM NTB agar dapat mengelola sumber daya yang kaya raya ini dengan baik,” ujar Dr. Ihsan.

Dan pemerintah daerah daerah perlu memprioritaskan tiga agenda besar. Pengentasan kemiskinan. Ketahanan pangan Pariwisata berkelanjutan, jika benar – benar ingin keluar dari ketergantungan pada sektor tambang. Semua pihak harus berjalan serempak agar transformasi ekonomi dapat benar-benar terwujud.(bul)

Artikel Yang Relevan

Iklan












Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut