Lombok (ekbisntb.com) – Anggota DPRD NTB menyampaikan kritik terhadap laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terkait pertumbuhan ekonomi NTB triwulan II tahun 2025 yang mencapai 6,56 persen. Pertumbuhan tersebut dinilai tidak inklusif karena tidak mencerminkan peningkatan sektor ekonomi riil dan belum berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Anggota Komisi III DPRD NTB, Muhamad Aminurlah, menilai pertumbuhan tersebut lebih banyak didorong oleh aktivitas industri pengolahan mineral dan ekspor. Bukan dari sektor-sektor produktif daerah seperti pertanian, kelautan, dan peternakan. Padahal, sektor-sektor inilah yang selama ini menjadi penopang utama lapangan kerja masyarakat NTB.

“NTB ini, utamanya Pulau Sumbawa, dikenal sebagai penghasil jagung terbesar di Indonesia. Tapi industrinya tidak ada. Jagung dari petani dikirim mentah ke luar daerah dan yang menikmati nilai tambah adalah daerah lain,” tegas politisi PAN yang akrab disapa Haji Maman, Kamis 7 Agustus 2025.
Haji Maman juga menyampaikan bahwa hilirisasi hasil bumi NTB seperti jagung, hasil laut, dan ternak, hingga kini belum berjalan. Industri pengolahan di sektor-sektor ini nyaris tidak terlihat, sehingga menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas dan minim dampak terhadap penyerapan tenaga kerja lokal.
“Jika proyek-proyek pemerintah, khususnya di bidang pengadaan barang dan jasa berjalan, seharusnya bisa menyerap banyak tenaga kerja. Tapi kenyataannya, hingga semester I ini, belanja APBD NTB masih difokuskan pada belanja rutin,” tambahnya.
Selain jagung, NTB memiliki potensi besar di bidang peternakan sapi, budidaya laut, dan tambak. Permintaan terhadap sapi NTB rutin datang dari provinsi lain seperti DKI Jakarta, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Namun, industri peternakan lokal belum berkembang karena minimnya investasi. “Bagaimana NTB bisa mencapai visi ‘Makmur Mendunia’ jika sektor-sektor padat karya tidak disentuh? Ini bisa jadi bom waktu bagi pemerintahan Iqbal-Dinda,” ujarnya mengingatkan.
Muhamad Aminurlah berharap Gubernur NTB, Dr.H.Lalu Muhamad Iqbal mampu menarik investasi di sektor-sektor unggulan NTB. Dengan jaringan internasional yang dimiliki mantan Duta Besar Indonesia untuk tersebut, seharusnya investasi pada sektor jagung, peternakan, dan kelautan bisa lebih mudah direalisasikan.
“Dengan potensi NTB yang sangat lengkap, tugas pemerintah sekarang adalah memastikan hilirisasi berjalan dan investasi masuk. Kalau tidak, pertumbuhan ekonomi sebesar apapun tidak akan terasa oleh masyarakat,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, BPS NTB melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi NTB pada Triwulan II-2025 mengalami kontraksi sebesar 0,82 persen secara tahunan (year-on-year) dibandingkan periode yang sama tahun 2024.
Penurunan ini tercermin dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) NTB atas dasar harga konstan 2010, yang tercatat sebesar Rp27,83 triliun. “Kontraksi ini disebabkan oleh penurunan tajam pada sektor pertambangan dan penggalian sebesar 29,93 persen, serta penurunan ekspor barang dan jasa hingga 40,02 persen,” kata Kepala BPS NTB, Drs. Wahyudin, Selasa, 5 Agustus 2025.
Kinerja sektor pertambangan, khususnya tembaga, merosot drastis akibat turunnya produksi konsentrat tembaga PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) yang anjlok hingga 57 persen dibandingkan Triwulan II-2024.
Penurunan ini merupakan dampak dari implementasi UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang melarang ekspor mineral mentah. Akibatnya, ekspor luar negeri NTB jatuh hingga 77,73 persen secara tahunan.
Kategori Administrasi Pemerintahan juga mencatat pertumbuhan negatif akibat turunnya realisasi belanja pegawai dari Rp3,2 triliun menjadi Rp2,9 triliun. Penurunan terjadi karena pembayaran THR dilakukan lebih awal, yaitu pada Triwulan I-2025.
Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi NTB dari Triwulan I hingga II 2025 mengalami kontraksi sebesar 1,11 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. (ndi/bul)