spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaEkonomiDisepakati, UMP NTB 2025 Naik Rp158.864

Disepakati, UMP NTB 2025 Naik Rp158.864

Lombok (ekbisntb.com) – Dewan Pengupahan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar sidang di Aula Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB pada Jumat, 6 Desember 2024.

Sidang dipimpin langsung Kepala Disnakertrans NTB selaku Ketua Dewan Pengupahan Provinsi, I Gede Putu Aryadi, S.Sos., M.H., dengan agenda utama membahas penghitungan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2025 berpedoman pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 16 Tahun 2024 sebagai dasar bagi Gubernur untuk menetapkan UMP tahun 2025.

- Iklan -

Aryadi mengatakan kebijakan terkait upah minimum tahun 2025 kini merujuk pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024.

Berdasarkan Permenaker tersebut, Gubernur NTB diwajibkan menetapkan UMP 2025 paling lambat 11 Desember 2024. Adapun UMK, penetapannya dilakukan paling lambat 18 Desember 2024. Formulasi kenaikan upah minimum telah ditetapkan sebesar 6,5% dari UMP tahun 2024.

“Perhitungannya sudah sangat jelas, yaitu UMP 2024 ditambah nilai kenaikan sebesar 6,5%. Formula ini akan menjadi acuan bagi kita untuk segera menetapkan rekomendasi kepada Gubernur,” jelasnya.

Hasil sidang menghasilkan rekomendasi resmi kepada Gubernur NTB terkait UMP 2025. Besaran UMP yang direkomendasikan sebesar Rp2.602.931,-, mengalami kenaikan sebesar Rp158.864,- dari UMP tahun 2024 yang tercatat sebesar Rp2.444.067,-.
Rekomendasi ini sesuai dengan arahan Presiden dan formula perhitungan yang diatur dalam Pasal 2 Permenaker Nomor 16 Tahun 2024.

Dewan Pengupahan NTB juga menerima aspirasi dari berbagai unsur, termasuk Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).
Pihak APINDO menyampaikan bahwa meskipun kenaikan ini memberikan tekanan pada dunia usaha, mereka dengan berat hati menerima keputusan tersebut sebagai wujud kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah.

Sementara itu, SPSI menyambut baik kebijakan ini dan menganggapnya sebagai bentuk apresiasi atas perjuangan buruh selama ini.

Selain membahas UMP, Dewan Pengupahan Provinsi juga diberi tanggung jawab untuk mengkaji upah sektoral. Namun, Aryadi menekankan bahwa pembahasan upah sektoral memerlukan waktu lebih lama karena bersifat opsional dan harus memenuhi kriteria tertentu, seperti sektor dengan risiko tinggi atau kebutuhan keahlian khusus.
Oleh karena itu, Dewan Pengupahan memutuskan untuk memprioritaskan pembahasan UMP terlebih dahulu, sementara kajian upah sektoral akan dilakukan pada sidang-sidang berikutnya.

Di sisi lain, Aryadi mengingatkan pentingnya keterlibatan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota untuk memastikan penetapan UMK berjalan sesuai jadwal.

Sidang Dewan Pengupahan ini diharapkan dapat menghasilkan keputusan yang adil dan berpihak pada kesejahteraan pekerja serta keberlanjutan dunia usaha di NTB. Dengan keterlibatan aktif semua pihak, Aryadi optimistis bahwa penetapan UMP dan UMK 2025 di NTB dapat dilakukan sesuai jadwal dan aturan yang berlaku.

Sementara itu Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Dr. Ir. H. Iswandi, M.Si., menegaskan bahwa kenaikan UMP sesuai Permenaker No. 16 Tahun 2024 sudah final. Ia berharap sidang ini dapat menghasilkan keputusan yang diterima bersama dan menguatkan sinergi untuk bekerja sama ke depan.

Iswandi menjelaskan bahwa tahun 2025 merupakan awal periode 20 tahun dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang bertujuan untuk membawa Indonesia menjadi negara maju.
NTB juga telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dengan visi yang selaras yang telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2020. Salah satu indikator utama yang menjadi fokus adalah peningkatan pendapatan per kapita melalui perluasan lapangan kerja dan peningkatan produktivitas tenaga kerja.

Namun, di NTB, pendapatan per kapita masih relatif rendah. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh dominasi pekerjaan informal, yaitu 70% tenaga kerja di sektor informal dan hanya 30% di sektor formal.

“Peran pekerja dan pemberi kerja sangat penting. Perluasan lapangan kerja menjadi peluang besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Iswandi juga menyoroti ketimpangan tenaga kerja formal (30%) dan informal (70%). Ia menargetkan perbandingan 50:50 dalam lima tahun, mengingat transformasi ini krusial bagi perekonomian NTB.

“Tugas besar kita ke depan adalah membalik struktur ini, yaitu 70% sektor formal dan 30% sektor informal dalam waktu 10-20 tahun. Untuk mencapai target tersebut, investasi di bidang pelatihan kerja menjadi sangat penting. Kita membutuhkan lembaga pelatihan yang mumpuni, instruktur yang kompeten, serta dukungan sarana dan prasarana pelatihan,” paparnya.(bul)

Artikel Yang Relevan

Iklan






Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut