Lombok (ekbisntb.com) – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat perekonomian NTB mengalami kontraksi atau pertumbuhan negatif pada triwulan II tahun 2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kontraksi ekonomi ini terutama disebabkan oleh anjloknya kinerja sektor pertambangan dan penggalian, serta melemahnya kinerja ekspor.
Kepala BPS Provinsi NTB, Drs. Wahyudin, menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan II-2025 berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2010 tercatat sebesar Rp27,83 triliun, atau turun sebesar 0,82 persen secara tahunan (year-on-year) dibandingkan triwulan II-2024.

“Kontraksi ini disebabkan oleh penurunan tajam pada kategori pertambangan dan penggalian sebesar 29,93 persen. Dari sisi pengeluaran, ekspor barang dan jasa juga mengalami penurunan signifikan hingga 40,02 persen,” jelas Wahyudin, Selasa, 5 Agustus 2025.
- Produksi Tembaga Turun, Ekspor Anjlok
Penurunan drastis sektor tambang dipicu oleh turunnya produksi konsentrat tembaga PT Amman Mineral Nusa Tenggara (PT AMNT) yang merosot hingga 57 persen dibanding triwulan II-2024. Hal ini merupakan dampak langsung dari penghentian ekspor konsentrat tembaga, sejalan dengan penerapan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang melarang ekspor mineral mentah.
Akibatnya, ekspor luar negeri NTB pada triwulan II-2025 turun tajam hingga 77,73 persen secara tahunan. Ini menjadi salah satu faktor utama yang menyeret pertumbuhan ekonomi NTB ke zona negatif.
2. Belanja Pemerintah Turun
Kategori Administrasi Pemerintahan juga turut menyumbang kontraksi, menyusul penurunan realisasi belanja pegawai dari Rp3,2 triliun menjadi Rp2,9 triliun. Penurunan ini disebabkan oleh pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) yang telah direalisasikan lebih awal, yakni pada triwulan I-2025.
Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi NTB dari Triwulan I hingga Triwulan II tahun 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 1,11 persen (cumulative to cumulative).
3. Industri Pengolahan dan Pariwisata Tumbuh Signifikan
Meskipun mengalami kontraksi secara umum, perekonomian NTB tetap ditopang oleh pertumbuhan tinggi di beberapa sektor strategis. Lapangan usaha industri pengolahan, misalnya, tumbuh signifikan sebesar 66,19 persen (y-on-y). Pertumbuhan ini didorong oleh mulai beroperasinya smelter PT Amman Mineral Industri (PT AMIN) di Kabupaten Sumbawa Barat.
Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum juga mencatat pertumbuhan sebesar 31 persen, seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan asing yang menginap di hotel berbintang maupun non-bintang.
Sementara itu, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sebagai penyumbang terbesar PDRB NTB turut mengalami pertumbuhan positif. Salah satu pendorongnya adalah kenaikan produksi padi sebesar 5,86 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
4. Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi Masih Stabil
Dari sisi pengeluaran, meski ekspor dan konsumsi pemerintah turun, kontraksi ekonomi NTB masih dapat ditekan oleh pertumbuhan pada komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT), pembentukan modal tetap bruto (PMTB), serta konsumsi Lembaga Non-Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT).
“Ini menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi domestik di tingkat rumah tangga dan investasi tetap resilien di tengah tekanan eksternal seperti pelarangan ekspor dan penurunan belanja pemerintah,” ujar Wahyudin.
5. Optimisme Ke Depan
Meski menghadapi tekanan, BPS NTB tetap optimis pemulihan akan terus berlanjut terutama jika sektor industri pengolahan, pariwisata, dan pertanian dapat diperkuat. Sementara itu, pemerintah daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi belanja dan mendorong konsumsi domestik sebagai penyeimbang turunnya kinerja ekspor.(bul)