Mataram (ekbisntb.com) – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kembali menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi yang berlangsung secara hibrid, Selasa 4 Juni 2024 kemarin. Pemprov NTB secara rutin ikut ambil bagian dalam Rakor tersebut. Di mana Pj Gubernur NTB diwakili oleh Kepala Biro Perekonomian Setda NTB Drs. H. Wirajaya Kusuma, MH.
Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tomsi Tohir yang memimpin Rakor tersebut menyampaikan, angka inflasi Indonesia secara tahunan Year-on-Year (YoY) pada Mei 2024 terhadap Mei 2023 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 2,84 persen.
Angka ini juga lebih rendah dibandingkan inflasi secara YoY pada bulan sebelumnya yang sebesar 3 persen. Penurunan ini tak lepas dari kerja keras berbagai stakeholder terkait, baik di tingkat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (Pemda).
Sementara itu inflasi year on year (y-on-y) di Provinsi NTB bulan Mei 2024 sebesar 2,77 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,36. Angka ini lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 3,31 persen. Angka ini juga tercatat lebih rendah dari inflasi nasional y-on-y sebesar 2,84 persen di Mei kemarin.
“Tentunya ini merupakan suatu anugerah dan hasil jerih payah kita bersama. Namun demikian, masih terdapat beberapa jenis komoditas yang sebenarnya masih bisa kita atasi lebih baik lagi seperti cabai dan bawang,” kata Tomsi Tohir.
Meski inflasi periode ini menurun, Tomsi menekankan pemerintah pusat dengan bantuan Pemda untuk terus memantau distribusi atau penyebaran komoditas impor agar tepat sasaran. Selain itu, diminta pula agar para stakeholder terkait bekerja sama mengatasi masalah ketepatan waktu barang-barang komoditas impor yang masuk. Pasalnya, ihwal ketepatan waktu dan distribusi ini sangat berpengaruh terhadap dinamika inflasi Indonesia baik mingguan maupun bulanan.
“Oleh sebab itu, kita harus tetap merencanakan dan mengantisipasi perubahan situasi yang harus dengan segera kita mengambil langkah-langkahnya,” ujarnya.
Tomsi dalam kesempatan itu juga mewanti-wanti sepuluh pemerintah provinsi dengan angka inflasi yang terbilang tinggi untuk segera melakukan langkah pengendalian. Namun dari 10 provinsi tersebut tidak ada Provinsi NTB lantaran NTB masuk dalam kualifikasi inflasi rendah.
“Kami harapkan dalam minggu ini, Gubernur dapat melaksanakan rapat koordinasi pengendalian inflasi khususnya 10 tertinggi. Ditambah dengan daerah-daerah yang masih melebihi batas nasional,” ujarnya.
Kepala Biro Perekonomian Setda Prov NTB Drs. H. Wirajaya Kusuma, MH yang mewakili Pj. Gubernur NTB usai rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah secara hybrid itu mengaku gembira dengan angka inflasi NTB yang menurun di Mei. Inflasi yang rendah ini adalah dampak dari suplai kebutuhan pokok masyarakat tercukupi. Harga-harga komoditas juga relatif normal, sehingga tekanan inflasi menjadi berkurang.
“Faktor-faktor penyebab selama ini seperti beras, tomat dan lainnya terkendali dan tersedia dengan baik. Artinya masyarakat dapat membeli kebutuhan itu dengan layak,” kata Wirajaya Kusuma.
Selanjutnya, turunnya inflasi di Provinsi NTB ini merupakan buah dari koordinasi yang kuat dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) kabupaten/kota. Terutama daerah yang selama ini tercatat memberi andil inflasi yang cukup tinggi seperti Kabupaten Sumbawa.
“Kabupaten Sumbawa saya betul-betul me-maintenance. Hampir empat bulan kita maintance, alhamdulillah sekarang Kabupaten Sumbawa jadi kontributor yang paling rendah. Makanya saya minta Kota Mataram dan Kota Bima juga agar terus mencermati fluktuasi harga dalam rangka ketersediaan suplai maupun permintaan masyarakat,” katanya.
Wirajaya mengatakan, menjelang perayaan Idul Adha di bulan Juni ini, pihaknya mengharapkan agar TPID kabupaten/kota terus melakukan upaya untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, termasuk kebutuhan sapi dan kambing. (ris)