Mataram (Ekbis NTB) – Dinas Lingkungan Hidup Kota Mataram, menyebutkan realisasi pendapatan daerah yang bersumber dari retribusi produksi budidaya maggot pada triwulan pertama sudah mencapai 30 persen dari target Rp50 juta tahun 2024.
“Realisasi produksi maggot pada triwulan pertama tahun 2024, sudah mencapai Rp15 juta, atau 30 persen dari target Rp50 juta,” kata Kepala Bidang (Kabid) Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram, Vidi Partisan Yuris Gamanjaya di Mataram, Jumat.
Dikatakan, besaran pendapatan daerah yang dihasilkan dari produksi maggot yang dikembangkan di Mataram Maggot Center (MMC) Kebon Talo Ampenan, sebenarnya bukan menjadi tujuan utama.
Tujuan utama budidaya maggot ini adalah cara cepat mengurai sampah organik sehingga dapat mengurangi volume sampah yang di buang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok, Kabupaten Lombok Barat.
“Pendapatan daerah dari maggot adalah bonus kita dalam memanfaatkan dan mengolah sampah organik,” katanya.
Setiap hari, katanya, untuk memenuhi pakan maggot di MMC sedikitnya dibutuhkan 3 ton sampah organik yang tentunya ini sudah mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA.
Terkait dengan itu, lanjutnya, dengan melihat potensi budidaya maggot yang akan dikembangkan di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) modern Sandubaya yang ditargetkan beroperasi akhir Mei 2024, diprediksi bisa semakin meningkat.
Alasannya, karena pengolahan sampah melalui budidaya maggot di TPST modern telah disiapkan 6.900 kotak (biopond) dengan ukuran 2×1 meter. Sementara di MMC budidaya maggot dikembangkan pada 1.500 kotak.
“Jadi kemungkinan, target retribusi daerah dari maggot akan kita naikkan secara bertahap misalnya menjadi Rp100 juta, bahkan lebih,” katanya.
Menurut Vidi, tahun 2024 ini merupakan tahun pertama produksi maggot masuk menjadi pendapatan daerah setelah regulasi disahkan dan dilakukan uji coba selama dua tahun terakhir.
Potensi budidaya maggot di Kota Mataram saat ini mulai dilirik masyarakat terutama bagi kalangan pembudidaya ikan air tawar dan peternak unggas karena menjadi pakan alternatif dengan harga lebih murah dibandingkan pakan yang biasa mereka beli.
Untuk harga jual, katanya, satu kilogram maggot basah dijual Rp6.000 per kilogram sementara satu peternak atau pembudidaya ikan air tawar sehari minimal membutuhkan sekitar 50 kilogram.
Selain maggot basah, di MMC juga diproduksi maggot kering yang sudah di oven yang pangsa pasarnya juga tidak kalah banyak terutama bagi para pecinta burung hias, termasuk ayam jago.
Harga jual maggot kering ini bisa mencapai Rp70 ribu per kilogram dan permintaan maggot kering ini banyak dari luar daerah.
“Tapi kita masih mengoptimalkan memenuhi kebutuhan dalam daerah, sambil melihat potensi ke depan untuk memenuhi permintaan dari luar daerah,” katanya. (Ant)
Artikel lainnya….
Pasca Penetapan Tersangka Dirut PT. GNE, Pemprov NTB Minta Direksi dan Komisaris Tetap Fokus Bekerja