Lombok (ekbisntb.com) – Badan Pangan Nasional (Bapanas) soroti adanya temuan Satgas Pangan Subdit I Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB terkait beredarnya beras oplosan di masyarakat.
Beras oplosan tersebut diduga berasal dari gudang pengoplosan di Dasan Geres, Lombok Barat, yang dimiliki oleh oknum ASN asal Lombok Tengah berinisial NA.

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi menegaskan pentingnya pengawasan kualitas beras yang beredar di pasaran. Praktik oplos beras merugikan konsumen bahkan mencederai kepercayaan masyarakat.
“Kalau ada beras yang tidak sesuai dengan mutu itu disampaikan pada Satgas pangan daerah, pada prosesnya juga bu Pinwil sampaikan sudah berjalan, jadi kita bagi porsi,” ujarnya, Sabtu, 2 Agustus 2025.
Begitupun dengan proses pengemasan beras non-premium yang dikemas dalam kemasan premium harus ditindak.
“Kualitas beras harus sesuai dengan yang tertera di kemasannya. Kalau dikemas sebagai beras premium, maka isinya juga harus premium,” sambungnya.
Tak hanya itu, ia meminta para pelaku usaha agar tidak menarik beras dari rak-rak supermarket hanya karena kadar broken (beras pecah) melebihi standar 15 persen. Selama beras masih layak konsumsi, maka harga bisa disesuaikan, bukan dihilangkan dari pasaran.
“Jangan mengosongkan rak, berasnya itu bagus. Hanya brokernya saja, bukan kualitas yang jelek. Hanya pecahnya saja yang lebih sehingga harganya bisa diturunkan,” katanya.
Adapun saat ini, ketersediaan beras nasional masih aman. Stok beras di Bulog tercatat mencapai 3,9 juta ton. Khusus untuk NTB, disiapkan 10.277 ton untuk bantuan pangan serta 23.000 ton untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).
Pastikan Bulog Tidak Terlibat
Perum Bulog Nusa Tenggara Barat (NTB) membantah keras adanya dugaan keterlibatan oknum internal dalam kasus peredaran beras oplosan yang mencuat belakangan ini.
Pimpinan Wilayah Perum Bulog NTB, Sri Muniati menegaskan, tidak ada karyawan Bulog yang terlibat, bahkan menjadi pihak pertama yang melaporkan dugaan kecurangan tersebut kepada aparat berwenang.
“Pemerintah menyiapkan beras bagus dengan harga yang murah, kok ditumpangin orang yang tidak bertangung jawab. Tidak ada dari oknum bulog, itu orang lain. Gak ada, itu justru yang kita melaporkan,” tegasnya.
Menurutnya, praktik mencampur atau mengoplos beras bantuan pemerintah dengan beras kualitas lain sangat merugikan Bulog sebagai penyalur resmi.
Bulog selama ini dikenal sebagai penyalur utama beras dalam berbagai program pemerintah, termasuk bantuan pangan dan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Adanya temuan pengoplos beras di wilayah NTB dinilai sangat merugikan Bulog.
“Ga ada keterlibatan bulog, itu justru kita yang jadi korban karena kan justru saya melaporkan karena merugikan, merugikan kita,” pungkasnya. (era)