Mataram (ekbisntb.com) – Di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat berdiri pabrik gula terbesar di Indonesia Timur, yaitu PT. Sukses Mantap Sejahtera (SMS). Sejak tahun 2016 lalu, pabrik ini beroperasi normal, memproduksi gula pasir untuk memenuhi kebutuhan gula di dalam negeri.
Sayangnya, hingga kini, pabrik ini masih harus mendatangkan gula mentah dari luar negeri untuk diolah. Persoalannya, keterbatasan pasokan bahan baku tebu, baik yang diproduksi di lahan HGU milik perusahaan, maupun dari lahan petani mitra.
Di Kecamatan Pekat saja, lahan tebu kemitraan tercatat sekitar 3.000 hektar, sementara itu lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan tercatat tidak kurang dari 3000 hektar, meskipun secara legal HGUnya seluas 5.000 hektar.
Komoditas tebu dan gula ini sebenarnya sangat potensial menjadi salah satu komoditas unggulan dari Kabupaten Dompu. Namun, sampai hari ini, perusahaan gula masih bermasalah dengan pengoperasian lahan HGU-nya karena terkendala aktifitas peternakan lepas yang acapkali masuk ke lahan HGU.
Di Pekat, saat ini terdapat potensi lahan sekitar 11.000an hektar di Kecamatan Pekat, namun realisasinya masih sekitar 3000an hektar. Begitu juga di Kabupaten Sumbawa, potensi lahan untuk tebu masih tersedia sangat luas.
PT. SMS sebenarnya bertekad menjadikan Dompu sebagai sentra produksi gula untuk NTB dan Indonesia Timur dengan mekanisme kemitraan berbasiskan perkebunan petani lokal. Perusahaan menargetkan persentase suplai tebu dari model kerjasama kemitraan sebesar 80 persen. Sementara suplai tebu dari perkebunan milik perusahaan sendiri akan menjadi sekitar 20 persen saja dari total suplai bahan baku perusahaan.
Namun selama ini perusahaan cenderung kurang mendapatkan dukungan dari otoritas lokal, baik provinsi maupun pemerintahan daerah Dompu. Sehingga, model kerjasama kemitraan dengan petani belum terlalu berkembang, karena hingga kini baru mencapai sekitar 3000 hektar. Sementara potensinya di Kecamatan Pekat sangatlah besar, yakni sekitar 11.000 – 20. 000 hektar.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Mataram, Dr. M. Firmansyah menegaskan, pengembangan komoditas pertanian di Dompu perlu dilakukan dengan kehati-hatian. Sebelum memulai, penting untuk mempelajari struktur pasar dan memastikannya tidak terjebak dalam oligopoli seperti yang terjadi pada komoditas jagung.
“Masalah jagung bisa terulang kembali jika struktur pasarnya masih oligopoli,” ujar Firmansyah.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah daerah untuk menelusuri dan mencari sebanyak mungkin pembeli potensial untuk komoditas pertanian yang ingin dikembangkan.
Selain itu, Firmansyah menekankan pentingnya hilirisasi di tingkat lokal. Hal ini dapat dilakukan dengan mengolah produk mentah menjadi produk jadi seperti gula atau produk lain yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Dengan demikian, petani tidak hanya bergantung pada penjualan produk mentah yang rentan terhadap fluktuasi harga.
“Hampir semua produk pertanian dapat tumbuh dengan baik di NTB. Namun, tata niaga yang matang adalah kuncinya. Kita tidak ingin petani kembali terjebak dalam situasi di mana mereka hanya menggantungkan hidup pada satu komoditas yang tidak memberikan imbal hasil yang memadai,” katanya.
Firmansyah menyarankan agar pemerintah daerah merancang iklim bisnis yang kondusif bagi pengusaha dan petani. Hal ini dapat dilakukan dengan mempermudah perizinan usaha, memberikan insentif pajak, dan membangun infrastruktur yang memadai.
“Dengan iklim bisnis yang kondusif, pengusaha dan petani dapat bekerja secara lebih efisien dan meningkatkan keuntungan mereka. Hal ini pada akhirnya akan berdampak positif pada kesejahteraan masyarakat di Dompu,” imbuhnya.
Dompu memiliki potensi besar untuk mengembangkan komoditas pertanian. Luas lahan yang memadai dan keberadaan pelabuhan di Kilo menjadi modal awal yang menjanjikan. Namun, Firmansyah kembali mengingatkan bahwa kunci utama adalah tata niaga yang terencana dan matang.
Firmansyah menyarankan agar pemerintah daerah membuat peta jalan yang jelas untuk pengembangan komoditas pertanian di Dompu. Peta jalan ini harus memuat strategi yang komprehensif, mulai dari pemilihan komoditas yang tepat, pencarian pembeli, pengembangan hilirisasi, hingga pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan.
“Peta jalan ini akan menjadi panduan bagi semua pihak yang terlibat dalam pengembangan komoditas pertanian di Dompu. Dengan peta jalan yang jelas, kita dapat menghindari inefisiensi dan memastikan bahwa semua upaya yang dilakukan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat,” katanya.
Pengembangan komoditas pertanian di Dompu dapat menjadi motor penggerak ekonomi lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang konsisten. Tata niaga yang baik dan peta jalan yang jelas menjadi kunci utama untuk membuka potensi Dompu yang luar biasa.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB, M. Taufieq mengemukakan, pemerintah Provinsi NTB sangat konsen terhadap pertanian tebu di Dompu. Apalagi didukung adanya pabrik gula, PT. SMS. Saat ini pabrik masih tetap mendatangkan bahan baku gula mentah dari luar negeri untuk memenuhi kapasitas produksi pabrik.
“Kita hanya memiliki ketersediaan bahan baku lebih kurang 10 persen dari kebutuhan produksi ideal pabrik. Sehingga harus dilakukan pemurnian gula pasir menggunakan bahan baku dari luar,” katanya.
Rendahnya ketersediaan bahan baku tebu, menurut kepala dinas, salah satunya karena harga beli tebu yang masih fluktuatif. Sehingga petani masih memilih menanam komoditas lain, seperti jagung.
“Tebu lokal kita masih terbatas. Makanya, kita juga bantu petani untuk pengembangannya. Dikasi bibit. Tapi petani melihat yang nilai tambah lain yang masih lebih bagus. Kalau stabil harganya, yang ndak nanam (tebu) pasti ikut nanam,” tambahnya.
Yang bisa dilakukan pemerintah adalah, memberikan subsidi yang lebih tinggi kepada petani. Sehingga biaya produksi bisa ditekan, dan marjin yang diterima bisa lebih tinggi.
“Biaya produksi kita kurangi. Sehingga marjin yang diterima petani tinggi. Bila perlu marjinnya sama dengan komoditas yang lain, atau lebih tinggi. Supaya petani beralih menanam tebu. Perusahaan juga bisa mendapat pasokan bahan baku yang memadai,” demikian Taufieq.(bul)