Musim tanam tembakau tahun ini dihadapkan dengan kondisi iklim yang cukup berat dengan adanya siklus La Nina yang membuat curah hujan masih akan cukup tinggi. Di mana diprediksi hujan masih akan ada hingga bulan Agustus mendatang. Kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi para petani tembakau di daerah ini. Mengingat, tanaman tembakau merupakan tanaman yang sangat sensitif dengan air.
Ketika air hujan menggenangi tanaman tembakau potensi gagalnya jauh lebih besar. Kalaupun tanaman tembakau bisa selamat, secara kualitas jauh menurun. Artinya, ada potensi kerugian besar yang harus dihadapi para petani tembakau dengan kondisi iklim yang sekarang ini.

“Sehingga kuncinya sekarang petani tembakau harus adaptif dengan perubahan atau kondisi iklim yang ada,” ujar Kepala Dinas Pertanian Lombok Tengah (Loteng) Ir. M. Kamrin, kepada Ekbis NTB, Minggu 1 Juni 2025.
Menurutnya adaptasi dengan perubahan iklim penting bagi petani tembakau, agar petani tembakau bisa melakukan mitigasi dan langkah-langkah antisipasi hal terburuk yang mungkin terjadi pada musim tanam tembakau tahun ini. Contoh, kejadian lahan tergenang air hujan misalnya. Dengan kondisi iklim seperti sekarang ini, hal itu berpotensi terjadi. Maka sejak awal langkah antisipasi sudah harus dilakukan.
Misalnya dengan membuatkan saluran drainase di lahan pertanian yang akan ditanami tembakau atau upaya lain yang memungkinkan air hujan tidak sampai menggenangi tanaman tembakau ketika hujan turun dengan intensitas tinggi ke depannya. Karena memang jika melihat kontur tanah di wilayah-wilayah yang menanam tembakau utamanya di wilayah selatan, hampir semuanya berupa tanah liat itu sangat berisiko ketika hujan turun dengan intensitas tinggi.
“Karakteristik tanah liat itu agak lamban menyerap air. Sehingga kalau hujan turun dengan intensitas tinggi apalagi lama, maka air akan menggenang dan ini jelas kondisi yang tidak bagus bagi tanaman tembakau,” sebutnya.
Pemerintah daerah melalui petugas yang ada di lapangan secara intens terus mensosialisasikan hal tersebut ke petani tembakau khususnya. Walaupun diakuinya tantangannya juga cukup berat, karena kemampuan dan pemahaman petani tembakau berbeda-beda. Belum lagi kalau bicara persiapan lahan untuk tanaman tembakau, butuh biaya dan tenaga kerja yang tidak sedikit.
Sehingga ada kecenderungan petani tembakau menanam tembakau seadanya tanpa ada persiapan apapun terhadap kondisi perubahan iklim yang terjadi. “Persoalan ini jadi tantangan kita ke depan, bagaimana bisa terus mengedukasi petani tembakau agar bisa beradaptasi dengan perubahan iklim yang terjadi. Karena setiap perubahan iklim itu punya pola penanganan yang berbeda,” imbuh Kamrin.
Jika petani tembakau mampu beradaptasi dengan perubahan iklim yang terjadi, maka potensi kerugian akibat perubahan iklim tersebut akan bisa ditekan. “Jadi kalau memang tembakau ini memang menjadi pengharapan kita untuk bisa lebih baik, mari kita mempersiapkan diri kita dengan perubahan yang terjadi,” tandasnya. (kir)