Mataram (Ekbis NTB) – Pemerintah Provinsi NTB bersama stakeholder cukup kencang mendorong ekspor komoditas non tambang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di provinsi ini. Ada sejumlah tantangan yang dihadapi untuk mewujudkan mimpi mengimbangi dominasi ekspor hasil tambang.
Berkaca pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, melihat perkembangan nilai ekspor non tambang NTB selama tahun 2023, hingga 2024 cukup fluktuatif. Pada Januari 2023, nilai ekspor komoditas non tambang NTB sebesar US$ 7.045.749 (Rp105,6 miliar). Februari US$ 1.698.194 (Rp25 miliar), Maret US$ 2.924.992 (Rp44 miliar). April US$ 6.654.851 (Rp100 miliar). Mei US$ 3.911.131 (Rp59 miliar). Juni US$ 2.718.119 (Rp40 miliar).
Juli US$ 2.718.034 (Rp40 miliar). Agustus US$ 7.692.867 (Rp115 miliar). September US$ 4.682.205 (Rp70 miliar). Oktober US$ 4.074.895 (Rp61 miliar). November US$ 5.133.647 (Rp77 miliar). Desember US$ 4.130.494 (Rp62 miliar). atau total selama tahun 2023 nilainya US$ 53.385.176 (Rp800 miliar).(Nilai Kurs Rp15.000 per Dolar AS).
Sementara pada Januari 2024, nilai ekspor non tambang NTB US$ 2.899.964 (Rp43 miliar). dan Februari turun drastis menjadi US$ 813.827 (Rp12 miliar). sementata itu, data Dinas Perdagangan Provinsi NTB selama tahun 2023, nilai ekspor komoditas non tambang NTB sebesar US$18.020.585,80 (Rp270 miliar). Komoditasnya antara lain, mutiara, batu apung, manggis, kerajinan buah kering, rumput laut, vanili, wooden pellets, makanan ringan/snack, jahe, dan komoditi lainnya.
Kepala Dinas Perdagangan Provinsi NTB, Baiq. Nelly Yuniarti, didampingi Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri (PLN), Baiq. Denny Evita Darmiyana di ruang kerjanya, Selasa 2 April 2024 mengemukakan sejumlah tantangan yang dihadapi dalam mendorong ekspor non tambang.
Tantangan atau elemen penting ekspor diantaranya, Produksi : dari hulu, produksi masih belum kontinyu (berkesinambungan). Misalnya, saat produksi kopi sangat tinggi saat ini, ketersediaannya justru terbatas. Disini peran bersama OPD dengan stakeholder terkait.
Jaminan Mutu : sering tidak konsistennya kualitas contoh produk yang dikirimkan ke buyer dengan kualitas produk saat dilihat langsung. Disinilah perlunya kualitas SDM atau pelaku ekspor.
Modal Besar : untuk melakukan ekspor, pelaku usahanya membutuhan modal yang tidak kecil. Mengingat, untuk kegiatan ekspor harus terpenuhi volume produk dalam jumlah besar. disisi lain, pembayaran tidak serta merta dilakukan oleh buyer, kecuali setelah barang sampai dan dipastikan kualitas dan kuantitasnya sesuai pesanan.
“Buyer hanya memberikan DP (uang muka). Petani atau pemilik produk disini ndak mau kalau dihutangin, apalagi berbulan-bulan. Harus cash,” katanya.
Selanjutnya, soal Pemasanan yang Masih Lemah : promosi-promosi produk ke berbabagai daerah, apalagi ke berbagai negara di dunia sangat – sangat terbatas. Karena dukungan anggaran berpromosi yang sangat terbatas. Baik dari APBD, maupun APBN.
Lalu, soal Logistik : persoalan logistik ini diantaranya infrastruktur pendukung yang masih terbatas. Atau masih tingginya biaya yang harus dikeluarkan pengusaha untuk melakukan ekspor langsung dari NTB. Sehingga, pilihannya adalah melakukan ekspor dari daerah yang infrastrukturnya mendukung dan biayanya lebih rendah.
Terakhir adalah Regulasi : kebijakan ekspor selalu berubah-ubah. Beda barang, biasanya kebijakannya berbeda-beda. Hal ini yang mengakibatkan keengganan para pengusaha. Dan lebih memilih menjual barangnya antar daerah. kendati nantinya, barang tersebut dipoles lagi di daerah lain, kemudian diekspor.
Meski demikian, Baiq. Nelly mengatakan, upaya-upaya untuk mendorong ekspor tak henti dilakukan. diantaranya, mengedukasi terus menerus pelaku usaha. Bahkan menggandeng LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia), membuat desa devisa di Kabupaten Lombok Utara, menyusul akan ditambah desa devisa lain di NTB. Mendorong UMKM naik kelas. Menyalurkan insentif untuk pengiriman sampel produk ke luar negeri.
Memanfaatkan diaspora sebagai jaringan pemasaran di luar negeri, salah satunya bekerjasama dengan diaspora di Newzeland. Memanfaatkan ITPC (Indonesian Trade Promotion Center) yang tersebar di puluhan negara di dunia.
Pentingnya mendorong ekspor ini, dikemukakan dampaknya terhadap catatan neraca perdagangan luar negeri. Semakin tinggi neraca ekspor, semakin besar devisa negara, maka semakin besar insentif (dana transfer) pusat ke daerah.
“Bisa jadi karena komoditas ekspor dari daerah kita tinggi, pemerintah pusat makin tertarik membangun infrstruktur pendukung di daerah,” demikian Nelly.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB, Berry A. Harahap mengemukakan pentingnya mendorong ekspor, khususnya non tambang. Bank Indonesia melihat sumber pertumbuhan ekonomi tidak hanya berasal dari domestik, tetapi juga dari ekspor.
Indonesia sebagai negara berkembang , kata Berry, membutuhkan valas sehingga ekspor harus terus didorong. Valas yang masuk ke Indonesia akan mendorong stabilitas nilai tukar rupiah.
“Jadi agenda kita mendorong ekspor, menjaga stabilitas inflasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” demikian Berry.(bul)