Lombok (ekbisntb.com) – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melalui Dinas Kelautan dan Perikanan terus mendorong peningkatan ekspor komoditas non tambang dengan percepatan hilirisasi sektor kemaritiman. Untuk mewujudkan itu, Pemprov tengah menyiapkan sejumlah insentif strategis bagi investor yang bersedia membangun industri pengolahan di daerah, terutama di bidang kelautan dan perikanan.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, H. Muslim, ST., M.Si di Mataram, Jumat, 1 Agustus 2025 menegaskan bahwa hilirisasi adalah jalan utama untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk laut NTB. Salah satu langkah nyata adalah mendorong hadirnya industri pengolahan langsung di wilayah NTB, tanpa lagi mengandalkan proses pengolahan di luar daerah.

“Kami sudah memasukkan klausul hilirisasi ini dalam Rancangan Perda Inisiatif DPRD tentang Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Secara Berkelanjutan. Produk strategis seperti tuna, udang vaname, cakalang, rumput laut, dan garam hampir wajib diolah langsung di NTB,” kata Muslim.
Muslim menjelaskan, hilirisasi udang vaname menjadi prioritas karena NTB kini menjadi produsen udang vaname terbesar di Indonesia selama dua tahun terakhir, dengan produksi mencapai 197.000 ton. Untuk mendukung ini, pihaknya tengah menyusun feasibility study (FS) dan detail engineering design (DED) pembangunan industri pengolahan udang.
“Kenapa udang vaname? Karena potensinya luar biasa. Sayang kalau dikirim mentah ke luar tanpa nilai tambah. Dengan hilirisasi, kita ingin menciptakan industri lokal yang kuat sekaligus membuka lapangan kerja,” ungkapnya.
Hal ini juga sejalan dengan semangat Gubernur NTB, Dr. H. Lalu. Muhammad Iqbal dalam visi misi besarnya membangun daerah NTB Makmur Mendunia bersama Wakil Gubernur, Hj. Indah Damayanti Putri.
Ditambahkannya, pemerintah provinsi menyiapkan tiga bentuk insentif utama bagi investor yang tertarik berinvestasi dalam hilirisasi. Diantaranya.
Penyediaan Lahan Industri: Investor akan difasilitasi lahan seluas 2–3 hektare di lokasi strategis, seperti di Lombok Timur, Lombok Tengah, atau bahkan Pulau Sumbawa.
Kemudahan Perizinan: Pemprov NTB akan membantu percepatan dan penyederhanaan proses perizinan, agar industri bisa segera beroperasi.
Insentif Produksi Awal: Investor yang mulai produksi akan diberikan insentif khusus, misalnya pembebasan pajak atau subsidi tertentu selama masa awal produksi satu hingga dua siklus.
Namun, kata Muslim, ada syarat penting yang tidak bisa ditawar agar investor mendapatkan insentif tersebut, yaitu, harus menyerap sebanyak-banyaknya tenaga kerja lokal.
“Daerah ingin dampak sosial ekonomi dirasakan langsung masyarakat NTB. Jadi ini bukan sekadar proyek industri, tapi upaya membangun ekonomi rakyat,” tegasnya.
Muslim menambahkan, insentif yang diberikan sebenarnya telah diatur sejak Pergub 2016, namun kini sedang diperluas cakupannya agar lebih inklusif dan adaptif terhadap dinamika industri terkini. Dinas Kelautan dan Perikanan tengah berkoordinasi dengan Biro Hukum Pemprov NTB untuk menyempurnakan aspek legal formal dan SOP pelaksanaan.
“Kami ingin perangkat regulasinya lengkap. Tidak cukup hanya promosi, tapi harus didukung sistem kelembagaan, prosedur operasional, dan kejelasan hukum yang pasti bagi investor,” ujar Muslim.
Ia menambahkan, inisiatif hilirisasi juga sejalan dengan arah kebijakan nasional, di mana Presiden RI mendorong setiap daerah untuk tidak lagi mengekspor bahan mentah, tetapi mengolahnya agar memiliki nilai tambah dan memberi manfaat langsung bagi daerah penghasil.
“Produk kita seperti rumput laut dan udang selama ini langsung keluar NTB dalam bentuk mentah. Kita ingin ubah itu. Kami sudah siapkan infrastrukturnya, tinggal komitmen bersama,” pungkas Muslim.
Dengan potensi laut yang sangat besar dan dukungan penuh dari pemerintah, NTB kini membuka lebar pintu bagi para investor. Hilirisasi bukan hanya soal bisnis, tapi soal masa depan ekonomi daerah.(bul)