Lombok (ekbisntb.com) – Cuci darah pada anak belakangan marak diberitakan. RSUD Kota Mataram sendiri bahkan menyiapkan peralatan untuk melayani anak yang cuci darah akibat tidak optimalnya fungsi ginjal.
Kepala BPOM di Mataram, Yosef Dwi Irwan, Kamis, 1 Agustus 2024 menanggapi fenomena ini. ia menjelaskan, beberapa hal penyebab gagal. Diantaranya, kelainan bawaan sejak lahir, karena penyakit tertentu (seperti autoimun) dan pola makan (konsumsi makanan tinggi gula).
“Produk pangan yang telah mendapatkan izin edar tentu sdh melalui evaluasi mutu dan keamanan (pre dan post market) asal tentunya dikonsumsi sesuai aturamnya, jangan berlebihan,” katanya.
Maka BPOM punya tagline Cek KLIK , dimana salah satunya Cek Label. Sebagai konsumen, menurut Yosef harus baca label untuk mengetahui komposisi makanan tersebut.
“Cari yang rendah kandungan Gula, Garam dan Lemak (GGL),” terangnya.
Indonesia saat menghadapi kondisi double burden malnutrition atau beban ganda malnutri, dimana jika kurang gizi akan berdampak pada stunting dan wasting. Sebaliknya, jika kelebihan gizi justru menjadi obesitas.
“Kedua kondisi ini berdampak pada tumbuh kembang fisik, mental dan daya saing SDM jika tidak ditangani dengan baik. Tentunya kondisi ini akan memjadi penghalang Indonesia Emas 2045,” jelas Yosef.
Karen itu, menurutnya penting bagi konsumen untuk mengetahui AKG (Angka Kecukupan Gizi) yang dibutuhkan oleh tubuh. Dalam label makanan biasanya sudah tercantum informasi AKG tersebut. Kemudian peting bagi orang tua untuk memberikan pemahaman sejak dini pada anak tentang konsumsi pangan yang aman, sehat dan bergizi.
Sebab kandungan GGL (Gula, Garam dan Lemak) yang tinggi berdampak terjadinya penyakit-penyakit tidak menular seperti hipertensi dan diabetes.
“Saat ini diabetes tidak hanya diderita oleh orang tua, remaja bahkan anak-anak juga sudah cukup banyak yang terdiagnosa diabetes akibat konsumsi pangan dengan kandungan gula tinggi (bukan hanya dari makanan kemasan saja tetapi gula juga bisa bersumber dari karbohidrat) plus kurangnya aktifitas fisik seperti olah raga teratur, dan lebih banyak memanfaatkan waktu bermain dengan gadget.
“Diabetes ini salah satunya mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal yang berimplikasi harus dilakukan cuci darah. Oleh karena baca selalu label, pilih makanan yang lebih sehat (rendah GGL), konsumsi pangan dengan gizi seimbang, dan ruti berolah raga. Jadi jangan salahkan makanannya ya, tapi kita sebagai orang tua dan konsumen harus bijak dalam memilih dan memberikan makanan baik utk diri kita dan anak-anak kita,” kata Yosef.
Kuncinya adalah membangun kesadaran. BPOM sendiri menurutnya sudah menginisiasi program Intervensi Pangan Jajanan Anak Sekolah Aman. Program ini adalah pemberdayaan komunitas sekolah yang melibatkan kepala sekolah, guru, penggelola kantin, komite sekolah, siswa dan pedagang di sekitar sekolah.
“Komunitas ini yg kami latih dan bekali terkait arti penting pangan yang aman dan bergizi. Tentunya untuk mengintervensi seluruh sekolah BBPOM Mataram tak bisa bekerja sendiri, kami juga mengandeng Pemda agar mereplikasi program Intervensi PJAS agar semakin masif dan dampaknya juga semakin luas dalam melindungi anak-anak sekolah. Kami jg mengisi pembekalan MPLS di beberapa sekolah terkait kemanana pangan. Artinya perlu komitmen sinergi dan kolaborasi dari seluruh elemen bangsa untuk mewjudkan ketersediaan pangan yang aman, bermutu dan bergizi,” tambahnya.
Dan tak kalah penting, masyarakat juga bisa memberikan sanski sosial bagi penjual makanan yang tidak memenuhi aspek keamanan dengan tidak membeli produk yang dijual itu. Selama ini, menurut Yosef, masyarakat cenderung abai karena tetap membeli dan jualan dimaksud tetap laku.
“Sebetulnya jika konsumen tidak ada yang beli, maka dia mau tak mau harus memperbaiki produk yang dijual agar sesuai ketentuan,” tandasnya.(bul)