Cidomo sebagai alat transportasi tradisional di Lombok hingga saat ini oleh sejumlah orang masih dipertahankan. Cidomo tidak seperti dulu, banyak penumpang dan pesanan. Sekarang? Kusir cidomo yang ada harus bertahan di tengah semakin banyaknya pengguna sepeda motor dan transportasi modern (online). Cukup menggerakkan jari di smartphone di dalam kamar, transportasi online yang dibutuhkan sudah ada di depan rumah.
MELEWATI jalur-jalur yang banyak operasional cidomo, seperti pada pagi hari hingga siang Pasar Kebon Roek, Ampenan, Pasar Sindu Cakranegara dan tempat lainnya cukup menjengkelkan. Apalagi kita dihadapkan dengan keterbatasan waktu menyelesaikan pekerjaan atau menghadiri acara, kendaraan yang kita tumpangi tidak bergerak, karena banyaknya cidomo parkir di pinggir jalan. Bahkan, hingga parkir di sebagian badan jalan.
Jika kita melihat sebagian besar kusir cidomo membawa penumpang tidak penuh. Hanya sebagian kecil dari cidomo tersebut yang penuh dengan penumpang. Masyarakat sekarang ini membutuhkan transportasi yang cepat dan efisien, sehingga bisa cepat sampai tujuan. Penggunaan cidomo sebagai alat transportasi, jika di wilayah itu tidak ada angkutan lain dan jaraknya tidak terlalu jauh.
Tidak heran, banyak cidomo yang hanya membawa 2 atau tiga penumpang dengan barang belanjaannya. Malahan ada satu cidomo yang hanya membawa 1 penumpang, tapi penuh dengan barang belanjaan di pasar, seperti sayur atau makanan ringan lainnya. Penumpang cukup hanya membayar Rp20 ribu atau lebih tergantung jarak rumah dan pasar.
Tidak hanya itu, cidomo juga sering dijadikan sebagai alat angkut bahan bangunan, seperti semen, kalsiboard, triplek, seng hingga kayu. Jika banyak jenis material yang diangkut, maka biaya yang dikeluarkan cukup besar. Sebaliknya, jika hanya mengangkut 2 atau 3 jenis material seperti semen 2 sak, lemari plastik dan beberapa kayu ukuran 4 meter, cukup hanya membayar Rp20 ribu hingga Rp25.000 (tergantung penawaran) untuk 4-6 kilometer.
Zul, salah satu kusir cidomo di Kebon Roek, menuturkan, jika masyarakat mulai jarang menggunakan cidomo sebagai pilihan transportasi. “Memang udah agak kurang (pengguna cidomo), kan banyak yang punya motor sendiri masalahnya. Bukan karena ojek online, itu kan karena sudah punya sendiri saja kendaraan kan. Belum lahir saja udah dibeliin kendaraan,” ujarnya, Sabtu 30 Maret 2024.
Zul mengaku perasaannya biasa saja, walaupun pengguna cidomo semakin kurang, ia mengerti hal itu disebabkan masyarakat sekarang lebih banyak bepergian menggunakan transportasi pribadi atau jenis transportasi yang lain.
Berbeda dengan Zul, Fery mengaku pengguna cidomo masih banyak walaupun memang telah dikalahkan oleh berbagai macam ojek online atau kendaraan pribadi. “Masih (banyak pengguna, red),” klaimnya.
Sebagai kusir cidomo selama 20 tahun, Fery mengharapkan kepada pemerintah agar memberikan perhatian pada kusir cidomo. Setidaknya, mereka diberikan alternatif pekerjaan yang sesuai dengan keahlian dan pendidikan.
Fery mengaku ingin beralih profesi, namun tidak ada pekerjaan yang bisa ia lanjutkan selain menjadi kusir cidomo “Mau cari kerjaan yang lain, tapi belum ada ini,” ungkapnya.
Arif menambahkan, dirinya memiliki keinginan dan perasaan yang sama. Ketika pekerjaan sebagai kusir cidomo semakin sulit, namun mereka tidak memiliki pilihan profesi lain yang bisa dilakukan. “Sama kaya dia (Fery) juga,” ujar Arif sambil duduk di atas cidomonya.
Sebagai kusir cidomo mereka mengharapkan pemerintah bisa memberikan kebijakan bagi para kusir cidomo, agar jumlah pengangguran di daerah ini tidak bertambah. Jika eksistensi cidomo semakin hari semakin terancam punah, maka pemerintah harus bisa mengatasi angka pengangguran, sebagai dampak eksistensi cidomo yang makin terkikis, karena kemajuan zaman sekarang ini. (glo)