Mataram (Suara NTB) – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat tengah menyiapkan regulasi khusus berupa Peraturan Daerah (Perda) tentang tata niaga tembakau. Aturan ini dirancang untuk memberikan perlindungan lebih besar kepada petani, termasuk jaminan kompensasi ketika mengalami gagal panen.

Plt. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi NTB, Muhamad Riadi, SP, M.Ec.Dev., menyampaikan bahwa perhatian terhadap persoalan tembakau menjadi salah satu fokus utama Gubernur NTB, Dr. H. Lalu Muhamad Iqbal. Bahkan, hal tersebut sudah ditekankan pada momentum peringatan Hari Tani beberapa waktu lalu.

“Yang menjadi perhatian Pak Gubernur adalah tata niaga dan perlindungan kepada petani. Kalau petani gagal panen, ada kompensasi yang diberikan pemerintah daerah, misalnya berupa asuransi agar petani tidak rugi. Itu yang akan kita atur dalam Perda,” jelas Riadi, Senin, 29 September 2025.
Menurutnya, jika tata niaga tembakau dapat diatur dengan baik, harga di tingkat petani juga akan lebih berpihak kepada mereka. Dengan begitu, petani dapat merasakan langsung manfaat Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) yang selama ini disalurkan pemerintah.
Meski demikian, Riadi menegaskan proses penyusunan Perda tidak bisa dilakukan secara instan. Untuk musim panen tahun ini, pemerintah daerah tengah menangani persoalan jangka pendek, terutama terkait rendahnya harga beli tembakau dan kerugian petani akibat cuaca yang tidak menentu.
“Beberapa waktu lalu sudah ada rapat dengan Sekda, petani, dan pengusaha tembakau. Dari sisi pengusaha, mereka masih fokus membeli tembakau yang kualitasnya bagus karena jumlahnya terbatas. Tahun ini kualitas tembakau virginia memang lebih buruk dibanding tahun sebelumnya, sehingga banyak hasil panen petani yang berwarna cokelat,” paparnya.
Kondisi tersebut membuat gudang-gudang tembakau enggan menerima hasil panen berkualitas rendah, sehingga harga tembakau cokelat anjlok di pasaran.
“Kesepakatannya, kami lakukan pendataan dulu untuk mengetahui posisi petani yang masih menyimpan stok tembakau cokelat yang belum laku. Pendataan ini sedang berjalan bersama asosiasi dan himpunan petani tembakau,” tambah Riadi.
Setelah pendataan selesai, pemerintah akan berkomunikasi dengan pengusaha untuk membuka gudang penampungan. Meski harga tidak bisa dipaksa karena mengikuti hukum pasar, pembukaan gudang diharapkan bisa membantu penyerapan tembakau petani.
“Kalau gudang sudah buka, pasti ada penyerapan, dan harga bisa lebih baik. Tahun ini harga jatuh karena gudang belum mau membeli tembakau cokelat,” tegasnya.
Lebih jauh, Riadi menekankan bahwa arahan gubernur untuk menata tata niaga tembakau kini sedang dilaksanakan. Harapannya, kondisi buruk yang dialami petani tahun ini tidak akan terulang pada musim-musim berikutnya.
“Kalau sudah ada Perda, semuanya tertib. Walaupun nanti petani gagal panen karena faktor cuaca atau lainnya, akan ada asuransi atau kompensasi yang bisa diterima petani sesuai kriteria. Opsi itu sudah masuk dalam draf Perda,” ungkapnya.
Ia memperkirakan, draf Perda Tata Niaga Tembakau dapat rampung pada awal 2026, sehingga bisa segera diterapkan saat musim tanam berikutnya.
“Insya Allah musim tanam tahun 2026 Perda ini sudah bisa dilaksanakan. Saat ini drafnya sedang mulai kami susun,” pungkas mantan Kepala Dinas Nakeswan Provinsi NTB ini.(bul)