spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaBisnisPengusaha Transportasi Lokal Minta AP I Kaji Ulang Izin Angkutan Baru di...

Pengusaha Transportasi Lokal Minta AP I Kaji Ulang Izin Angkutan Baru di Bandara Lombok

Lombok (ekbisntb.com) – Kebijakan PT Angkasa Pura I yang membuka akses bagi perusahaan transportasi besar, seperti Blue Bird dan taksi aplikasi online di Bandara Lombok, masih menuai protes dari pengusaha transportasi lokal. Mereka merasa terancam dan khawatir akan kehilangan kesempatan untuk berkembang di wilayah mereka sendiri.

H. Lalu Basir, salah satu pengusaha transportasi Bandara Lombok, mengungkapkan bahwa kebijakan Angkasa Pura I yang memberi ruang bagi perusahaan transportasi besar dinilai tidak berpihak pada kearifan lokal. Menurutnya, kehadiran Blue Bird dan taksi aplikasi online semakin mempersempit ruang gerak pengusaha lokal yang sudah lama beroperasi di bandara.

- Iklan -

“Saya melihat kebijakan ini justru melemahkan pengusaha lokal. Angkasa Pura I tetap memasukkan Blue Bird meskipun kami sudah menyampaikan penolakan, baik secara lisan maupun tertulis. Kami sudah berupaya memberikan masukan dalam sosialisasi, namun tetap tidak dihiraukan,” ujar Lalu Basir.

Menurutnya, berbagai upaya sudah dilakukan untuk meyakinkan Angkasa Pura I, mulai dari hearing dengan dewan hingga aksi protes, namun tetap tidak ada perubahan kebijakan. Meskipun Angkasa Pura I menawarkan opsi penambahan kuota armada transportasi lokal dan tetap mengakomodasi Blue Bird, hal tersebut dianggap tidak efektif karena jumlah penumpang yang ada saat ini sudah terbatas.

“Menambah kuota armada tidak akan menyelesaikan masalah. Armada sudah banyak, namun penumpang tidak bertambah. Ini justru memperkecil ruang usaha kami,” tambahnya.

Selain itu, pengusaha lokal menilai kebijakan ini bertentangan dengan beberapa peraturan yang seharusnya melindungi usaha rakyat. Beberapa regulasi yang disebutkan antara lain UUD 1945 Pasal 33, Astra Cita Presiden No. 2, 3, dan 4 yang mengutamakan ekonomi kerakyatan, serta UU Lalu Lintas No. 22 Tahun 2009. Bahkan, Peraturan Menteri Perhubungan No. 118 Tahun 2018 tentang angkutan khusus juga menjadi sorotan karena dinilai tidak diterapkan dengan benar.

Ketua Koperasi Lombok Baru ini berharap PT Angkasa Pura I lebih mempertimbangkan keberlangsungan usaha lokal sebelum membuka keran bagi perusahaan transportasi besar.

“Kami tidak alergi terhadap perubahan, tapi waktunya belum tepat. Sopir freelance lokal masih sangat membutuhkan penghasilan dari bandara. Transportasi lokal kami sudah cukup standar dan jumlahnya sangat memadai untuk melayani penumpang. Harap dipertimbangkan lagi kerjasama dengan Blue Bird dan taksi online lainnya,” tegasnya.

Terpisah, Ketua DPD Organisasi Angkutan Darat (Organda) NTB, Junaidi Kasum, juga angkat bicara terkait polemik transportasi di bandara ini. Ia menegaskan bahwa pihak pengelola bandara seharusnya lebih mengutamakan transportasi lokal sebelum memberi ruang bagi perusahaan besar.

“Saya memberi saran kepada otoritas bandara untuk mengacu pada aturan yang berlaku. Hari ini ada pihak yang melakukan demonstrasi menolak masuknya perusahaan nasional dan aplikasi online, tetapi Organda tidak dilibatkan dalam diskusi untuk mencari solusi bersama. Padahal ini menyangkut keadilan bagi pengusaha lokal,” ujar Junaidi.

Ia juga menyayangkan jika pengelola bandara berencana mendatangkan pengelola transportasi dari luar daerah untuk mengelola transportasi umum di bandara, karena hal ini berpotensi menimbulkan konflik baru.

“Kalau pengusaha lokal masih mampu memberikan layanan, mengapa harus mendatangkan perusahaan luar? Ini bisa memicu keributan. Artinya, pengelola bandara yang justru menciptakan keributan itu,” tegasnya.

Selain itu, ia menyoroti keberadaan taksi online yang mulai masuk ke bandara tanpa regulasi yang jelas.

“Taksi online boleh masuk, tapi harus ada pembatasan. Di bandara lain, biasanya ada penandaan seperti stiker khusus agar tidak semua armada bisa sembarangan masuk. Hal ini harus diperhatikan oleh pengelola bandara,” tambahnya.

Junaidi menekankan pentingnya keseimbangan dalam kebijakan transportasi bandara agar tetap memberikan peluang bagi pengusaha lokal.

“Siapa saja boleh masuk, tetapi harus mengutamakan kepentingan lokal. Transportasi lokal kita sudah mampu menyesuaikan diri, jadi jangan sampai tersingkir hanya karena kebijakan yang tidak berpihak pada mereka,” tutupnya.

Polemik ini masih terus bergulir, dan harapan besar disematkan kepada PT Angkasa Pura I agar lebih mendengarkan aspirasi pengusaha lokal demi kesejahteraan bersama.

Dikonfirmasi mengenai hal ini, Humas PT Angkasa Pura I Bandara Lombok, Arif Haryanto, menjelaskan bahwa adanya beragam pilihan transportasi, seperti berbasis online (Grab & GoCar) dan berbasis argometer (BlueBird), bagi para pengguna jasa merupakan bentuk pemenuhan pengelola bandara akan pelayanan yang mengutamakan kenyamanan dan keamanan sesuai dengan prinsip 3S+1C.

“Perlu diketahui bahwa pengemudi transportasi berbasis online yang ada di bandara merupakan mitra usaha PT Angkasa Pura Indonesia yang tergabung dalam koperasi dan perusahaan transportasi darat yang dikelola masyarakat Lombok Tengah,” ujarnya.

Jika desakan sebagian pihak untuk menghentikan kemitraan dengan perusahaan besar seperti Grab, GoCar, dan BlueBird dipenuhi, justru hal ini berpotensi menciptakan preseden buruk yang dapat mempengaruhi dinamika dunia usaha bandara ke depan. Keputusan yang diambil harus mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi ekosistem bisnis PT Angkasa Pura Indonesia KC Bandara Lombok, serta PT Angkasa Pura Indonesia secara keseluruhan, guna menjaga stabilitas dan keberlanjutan operasional yang mendukung pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional. (bul)

Informasi Layanan Pengaduan Lainnya



Artikel Yang Relevan

Iklan










Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut