Hempasan ombak pantai Telindung Desa Anggaraksa Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur (Lotim) menjadi sumber rezeki bagi warga setempat. Sudah bertahun tahun warga sekitar pantai Telindung ini mengais rezeki dengan memungut batu apung yang turut terhempas ombak di pantai.
BATU-BATU apung warna putih itu banyak bermunculan dari aliran sungai Kokoq Keru dan tebing-tebing yang ada di sepanjang bibir pantai. Tebing-tebing yang dihantam gelombang ini tidak langsung menenggelamkan batuan. Mungkin karena ringan, batu apung ini turut tergiring terbawa arus gelombang ke daratan pantai kembali.
Inaq Santi, salah satu pemungut dan pemecah batu mengaku ada waktu-waktu tertentu batu apung ini banyak bermunculan setiap harinya. Karena waktunya yang berbeda beda sehingga sengaja ditunggu oleh warga.
Warga bahkan sengaja menginap di pinggir pantai karena diketahui malam hari biasanya banyak yang keluar. Batu apung dimaksud berwarna putih. Bukan batu berwarna hitam. Karena yang warna putih inilah katanya yang diburu oleh pembeli.
Terlihat di pinggir pantai Telindung ini, puluhan warga yang melakukan aktivitas serupa. Saat menunggu, warga memecah batu-batuan yang sudah terkumpul. Lokasi tempat mereka menaruh batu pun ternyata harus disewa kepada pemilik lahan. Ada yang menyewa Rp 500.000 Rp-1 juta per tahun. Penyewaan ini beralasan karena lokasi yang ditempati merupakan kebun milik warga.
Ditanya soal jumlah batu yang dipungut, katanya untung-untungan. Jika beruntung bisa 10 karung per hari. Bahkan bisa lebih banyak dari itu. Batu yang kecil langsung bisa dimasukkan ke dalam karung. Sementara yang ukuran besar, harus dipecahkan terlebih dulu. “Kita bisa dapat 10 sampai 25 karung per hari,” imbuhnya.
Menjadi pemungut dan pemecah batu katanya sudah cukup lama dilakoni Inaq Santi. Batu apung yang dikumpulkan ini sudah jelas pembelinya. Diakui, ada praktik ijon yang membuat para pengais rezeki di pinggir pantai ini tetap bertahan. “Kita sudah ambil uang duluan ke pembeli,” tuturnya.
Adapun harga batu apung saat ini dijual seharga Rp 4 ribu per karung. Harga ini dinilai memang jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga jual yang dilakukan para pengepul yang diketahui bisa tembus Rp 15 ribu per karung.
Warga ini berharap ada bantuan dari pemerintah untuk bantu perekonomian mereka. Pasalnya, mengandalkan upah penjualan batu apung tidak pernah bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari yang terus terasa makin sulit. (rus)