spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaBerandaKerugian Warga NTB Akibat Scam Tembus Rp19,85 Miliar, Mataram Tertinggi

Kerugian Warga NTB Akibat Scam Tembus Rp19,85 Miliar, Mataram Tertinggi

Jakarta (ekbisntb.com) –
Satuan Tugas (Satgas) PASTI Anti Scam Center Indonesia mencatat, sepanjang November 2024 hingga 31 Agustus 2025, masyarakat Nusa Tenggara Barat mengalami kerugian hingga Rp19,85 miliar akibat berbagai praktik penipuan (scam). Kota Mataram menjadi daerah dengan nilai kerugian terbesar, mencapai Rp5,32 miliar
Berdasarkan data yang dipaparkan Satgas PASTI, rincian kerugian yang dilaporkan melalui Indonesia Anti Scam Center (IASC) di tiap kabupaten/kota adalah :
• Kota Mataram : Rp5.326.856.056
• Kabupaten Lombok Barat : Rp2.221.501.830
• Kabupaten Lombok Tengah : Rp1.431.826.798
• Kabupaten Lombok Timur : Rp2.468.429.494
• Kabupaten Lombok Utara : Rp2.142.228.156
• Kabupaten Sumbawa : Rp1.334.910.833
• Kabupaten Sumbawa Barat : Rp418.054.087
• Kabupaten Bima : Rp836.357.218
• Kabupaten Dompu : Rp281.825.793
• Kota Bima : Rp418.054.087
Jenis Penipuan yang Marak
Sepuluh jenis penipuan paling banyak dilaporkan masyarakat NTB mencakup:

  1. Penipuan transaksi belanja/jual beli daring
  2. Penawaran kerja palsu
  3. Penipuan terkait keuangan lainnya
  4. Penelepon yang mengaku pihak tertentu (fake call)
  5. Investasi ilegal
  6. Penipuan melalui media sosial
  7. Penipuan undian atau hadiah
  8. Social engineering
  9. Aplikasi berbahaya (APK) yang dikirim via WhatsApp
  10. Pinjaman online fiktif
    Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTB, Rudi Sulistyo, menjelaskan, angka kerugian di NTB bukan semata-mata karena tingkat penipuan lebih tinggi, melainkan karena masyarakat lebih sadar pentingnya melapor.
    “Kalau dilihat dari nilainya mungkin tidak terlalu tinggi dibanding daerah lain, tapi mereka lebih aware terhadap keberadaan IASC, sehingga mau melapor. Itu langkah yang bagus,” ujarnya di Gedung OJK, Selasa (15/9).
    Rudi mengingatkan, kecepatan melapor sangat penting.
    “Tolong segera laporkan kalau menjadi korban, maksimal di bawah 12 jam, kalau bisa di bawah 1 jam. Ada kasus, dalam 1 jam saja pelaku bisa melakukan ribuan transaksi, sehingga dana korban cepat sekali hilang,” jelasnya.
    Menurutnya, modus pelaku semakin canggih, terutama yang melibatkan jaringan lintas negara. “Kalau yang masih tradisional, gampang sekali ditangkap karena prosesnya manual. Tapi yang modern, seperti kasus di Singapura dengan kerugian Rp13 triliun, itu dilakukan otomatis dengan teknologi tinggi,” ujarnya.
    Rudi menekankan pentingnya edukasi dan literasi keuangan agar masyarakat tidak mudah terjebak dalam penipuan, baik yang berskala lokal maupun internasional.
    “Kami terus memberikan pengetahuan kepada masyarakat supaya bisa mengenali tanda-tanda penipuan dan segera mengambil langkah pencegahan,” pungkasnya.(bul)

Artikel Yang Relevan

Iklan












Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut