Lombok (ekbisntb.com) – Mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) NTB, Lalu Hery Prihatin, menilai Selat Lombok memiliki potensi ekonomi raksasa yang selama ini belum tergarap maksimal. Sebagai bagian dari Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II, jalur ini dilintasi ribuan kapal internasional setiap tahun, mirip dengan jalur strategis dunia seperti Selat Malaka dan Terusan Suez.

Menurut Hery, Selat Lombok sudah dianugerahi posisi strategis sebagai jalur pelayaran internasional yang menghubungkan Samudra Hindia dengan Laut Flores dan Laut Banda. Kapal-kapal berukuran besar, termasuk kapal generasi ke-7 dengan bobot hingga 1 juta ton, rutin melintas di perairan ini.

“Kalau kita kelola dengan baik, potensi pendapatan dari Selat Lombok ini bisa mencapai ratusan triliun rupiah, seperti yang dilakukan Mesir melalui Terusan Suez. Di sana, satu kapal bisa membayar 4–5 miliar rupiah sekali melintas,” kata Hery di Mataram, Jumat, 15 Agustus 2025.
Ia menjelaskan, untuk memanfaatkan potensi tersebut, pemerintah cukup melakukan investasi infrastruktur navigasi modern seperti radar dan sistem pemantauan kapal. Dengan teknologi itu, setiap kapal yang melintas dapat teridentifikasi jenis dan ukurannya, sehingga dapat dikenakan pungutan resmi sesuai regulasi internasional.
“Singapura yang berada di ALKI I bisa memungut biaya dari sekitar 80 ribu kapal per tahun. Di Selat Lombok jumlahnya memang lebih sedikit, sekitar 4.000–5.000 kapal, tapi ukurannya jauh lebih besar, bahkan banyak yang mengangkut kontainer berkapasitas 30 ribu TEUs dari berbagai negara,” tambahnya.
Hery juga menyoroti bahwa wilayah NTB juga Lombok memiliki kekayaan sumber daya alam, termasuk sabuk mineral dari Jawa bagian selatan hingga Sumbawa. Hal ini, menurutnya, memperkuat urgensi pengelolaan jalur pelayaran tersebut secara strategis dan terintegrasi.
“Selain pendapatan dari lintasan kapal, pengelolaan Selat Lombok akan berdampak pada keamanan laut, pengawasan sumber daya, dan citra Indonesia di jalur perdagangan internasional,” ujarnya.
Ia mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk menggaungkan isu ini ke publik serta merumuskan kebijakan konkret, termasuk payung hukum yang memungkinkan pungutan resmi atas kapal asing yang melintasi ALKI II.
“Jangan sampai potensi sebesar ini dibiarkan menguap begitu saja,” tegasnya.(bul)