Lombok (ekbisntb.com) – Penambang emas yang ada di kawasan Sekotong Lombok Barat (Lobar) berharap agar aktivitas penambangan ilegal di kawasan tersebut dilegalkan oleh pemerintah. Pasalnya, tambang tersebut menjadi mata pencaharian bagi warga untuk menggantungkan hidupnya.

Warga Desa Persiapan Belongas, Kecamatan Sekotong, Habib Islami, mengaku banyak warga yang menggantungkan hidup dari lahan tambang di Sekotong. Habib tidak bisa membayangkan apabila tambang emas ini ditutup, karena akan banyak warga yang akan kehilangan mata pencaharian. Sebab kalau mengandalkan sektor pertanian, kondisinya sulit karena cuaca tidak menentu.

“Pertanian susah sekarang, musim enggak nentu,” ungkapnya, Jumat 11 Juli 2025.
Dirinya hanya lulusan SD, sehingga ia pun memilih tambang, walaupun nyawa menjadi taruhannya. Asalkan anak dan istrinya bisa makan dan sekolah. Karana itu, ia pun sangat berharap pemerintah bisa memahami persoalan para penambang emas di Sekotong. “Pemerintah harus hadir untuk kami. Jangan malah memidanakan kami,” harapnya.
Penambang lain, Eros mengatakan sejak adanya aktivitas penambangan di Sekotong pada tahun 2008 silam. Tindak kriminal, khususnya di wilayah Sekotong berkurang, karena sudah ada kawasan tambang sebagai ladang mata pencaharian baru. “Jadi, di sini kami menjadikannya sebagai pengharapan hidup. Ada alasan ekonomi yang membuat kami berani menambang,” kata Eros.
Di lokasi tambang emas yang dimanfaatkan sebagai mata pencaharian masyarakat ini terpusat di tiga lokasi yang berada di kawasan perbukitan Sekotong, yakni di Landek Bare, Batu Montor, dan Lenong. Untuk menuju lokasi, butuh waktu sekitar satu jam dari jalan beraspal, jauhnya sekitar 8 kilometer. Jalur menuju lokasi juga cukup terjal dan berlumpur. Hanya kendaraan khusus yang mampu melalui satu-satunya akses menuju lokasi tambang emas tersebut.
Terlihat di lokasi tambang, warga mendirikan tenda sebagai tempat peristirahatan sementara yang berada dekat dengan lubang tambang. Metode penambangan ada dalam bentuk “ngelubang” atau membuat lubang hingga kedalaman seratus meter lebih dan “ngeloyong” atau mencari bongkahan emas dari bebatuan yang ada di permukaan.
Mereka menambang dengan peralatan tradisional, seperti perkakas palu besar dan karung. Bahkan, mereka rela menginap di lokasi tambang hingga satu bulan hanya untuk mendapat bongkahan emas.
Penambang pun harus mendapatkan hasil lebih dari modal yang dikeluarkan. Untuk bisa membeli makan, sewa angkutan.
Sebelumnya, Pemkab Lobar berencana melegalkan kegiatan pertambangan di Sekotong. Langkah ini diambil menyusul tingginya angka kemiskinan di wilayah tersebut meski memiliki potensi tambang emas.
Wakil Bupati Lobar, Hj. Nurul Adha, mengatakan rencana legalisasi tambang rakyat ini merupakan hasil kunjungan bersama Wakil Ketua Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin), Nanik Sudaryati Deyang, ke lokasi pertambangan di Sekotong.
Namun, Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria menegaskan bahwa tambang emas di Sekotong tidak bisa dilegalkan karena area tambang masuk dalam kawasan hutan.
Sementara itu, Amri Nuryadin, selaku Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB, akan menempuh jalur hukum jika Pemkab Lobar benar-benar melegalkan tambang emas di Sekotong. Alih-alih akan menekan angka kemiskinan, justru upaya melegalkan tambang ini menunjukkan kelemahan Pemkab Lobar dalam mengelola sumber daya alam (SDA).
“Saya pikir pemerintah malas berpikir dia untuk mencari jalan keluar yang berkelanjutan untuk proses kesejahteraan bagi rakyat,” tambahnya. (her)