Lombok (ekbisntb.com) – Biro Perekonomian Setda Provinsi NTB melakukan pantauan langsung ke pasar Renteng Lombok Tengah (Loteng) pada Rabu, 9 Oktober 2024 untuk melihat perkembangan harga-harga komoditas bahan pokok (bapok). Hal ini merupakan tindaklanjut dari rapat koordinasi (rakor) pengendalian inflasi yang secara rutin digelar oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan diikuti oleh Pemprov NTB secara virtual.
Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi NTB H.Wirajaya Kusuma mengatakan, dalam Rakor pengendalian inflasi yang digelar awal pekan kemarin disebutkan bahwa Indeks Perkembangan Harga (IPH) Kabupaten Lombok Tengah tertinggi ke 4 secara nasional yaitu sebesar 1,99 persen. Karena itulah Biro Perekonomian NTB turun langsung untuk melihat perkembangan harga di kabupaten tersebut sesuai dengan amanat pemerintah pusat.
Dari hasil pantauan lapangan itu diketahui bahwa stok bahan pokok (bapok) masih tersedia cukup atau tidak kekurangan serta harga masih tetap normal. Fluktuasi harga dinilai masih dalam kewajaran sesuai mekanisme pasar.
“Komoditas yang berkontribusi (peningkatan IPH-red) antara lain beras, bawang merah dan daging ayam ras. Namun setelah kami melihat, dari stok di sana tersedia cukup, tidak ada yang kekurangan. Kemudian dari aspek harga masih normal menurut para pembeli di sana,” kata H.Wirajaya Kusuma kepada Suara NTB, Kamis, 10 Oktober 2024.
Ia menuturkan, beras premium di Pasar Renteng yang menjadi sampel harganya Rp14 ribu per kg. harga beras medium tak keluar dari HET beras SPHP yaitu Rp12.500 per Kg.
“Jika ada perbedaan harga, itu hanya dinamika harga antar penjual beras, misalnya beras premium ada yang jual Rp14 ribu, ada yang jual Rp13.900, ada yang jual Rp14.100. Begitu juga bawang merah, ada yang jual Rp16 ribu sekilo, di pedagang lain ada yang jual Rp18 ribu. Menurut mereka, ini normal dan pembeli juga biasa bahkan tetap ramai,” ujarnya.
Untuk diketahui, setiap pekan Pemprov NTB mengikuti Rakor Pengendalian Inflasi dari Kemendagri. Kepala Biro Perekonomian Setda NTB H. Wirajaya Kusuma secara rutin mewakili Pj Gubernur NTB Hassanudin dalam rakor tersebut. Beberapa kabupaten di NTB sering menunjukkan angka IPH sebagai proxy inflasi yang cukup tinggi. Karena itulah Pemprov NTB melihat secara langsung terkait stok dan perkembangan harga di lapangan.(ris)