Lombok (ekbisntb.com) – Meninggal di Kota Mataram menjadi salah satu persoalan penting, terutama bagi kelompok masyarakat yang tinggal di komplek-komplek perumahan yang dibangun pengembang. Masyarakat yang notabenenya adalah pendatang, dan tinggal menetap di ibu kota Provinsi NTB ini.
Persoalannya, pengembang tidak serta merta menyediakan fasilitas untuk pemakaman. Sehingga, ketika diantara warga di dalam komplek tersebut megalami musibah meninggal, tidak ada pilihan lain. Selain dimakamkan di TPU Karang Medain, meskupun di TPU ini populasi warga yang dimakamkan sudah menumpuk.
Potret susahnya pemakaman ini juga dirasakan warga perumahan yang ada di Lingkungan Anshor, Kelurahan Jempong Baru, Kecamatan Sekarbela, Kota Mataram.
Kepala Lingkungannya, Lalu. Muh. Wahidin mengemukakan, di lingkungan yang dipimpinnya, terdapat 1.800 KK, yang tinggal di dua perumahan, yaitu Perumahan Royal Mataram, dan Perumahan Elit.
Ia tak mengemukakan, lahan pemakaman ini menjadi kebutuhan sangat strategis, dan menyangkut kepentingan masyarakat banyak. Ditengah makin padatnya penduduk Kota Mataram karena makin banyaknya pendatang yang sudah berdomisili dan menetap.
Lalu Wahidin menyampaikan kondisi di lingkungannya, setiap warga yang meninggal seakan menjadi “persoalan” karena kebingungan soal kemana harus dimakamkan. Bahkan mau tak mau, jenazahnya harus dipulangkan ke kampung halaman.
“Syukur kalau nanti mereka dikenal dan diterima dan dimakamkan di TPU di Mataram, karena yang kita pulangkan ini sudah lama hijrah. Kita kirim dengan sewa kendaraan ambulance, nah itu lebih mahal sewanya dengan sewa kendaraan pribadi. Ada yang ke Dompu, Bima, Jakarta, padang, Sulawesi dan macam-macam,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan, untuk mendapatkan akses makam yang saat ini sudah penuh sangatlah sulit. Menurutnya, solusi pemulangan jenazah ke kampung halaman pun tidak mungkin terus-menerus dilakukan.
Lalu Wahidin menyebutkan, hampir 90 persen masyarakat di Lingkungan Anshor, Jempong Baru dipulangkan lantaran belum adanya lahan pemakaman.
“Tahun ini sekitar 6 orang yang meninggal dipulangkan semua, tapi masih untung dekat, seperti Lombok Tengah dan Lombok Timur, kalau saudara-saudara umat kristen kan jelas pulang kampung, ada yang dikirim ke Flores dipakaikan peti,” terangnya.
Menurutnya, hal ini harus menjadi perhatian semua kalangan, baik masyarakat mau pun pemerintah agar ketemu jalan keluar. Persoalan ini akan terus berkelanjutan, ditengan terjadinya ledakan penduduk.
Sehingga, atas persoalan ini juga, ia menawarkan kepada masyarakat sebagai kepala lingkungan yaitu berswadaya membentuk rukun kematian (RK), masyarakat bisa urunan untuk membeli tanah makam masing-masing sekitar Rp2,5 juta hingga Rp3 juta per KK atau peroang.
“Macam-macam perlakuannya nanti, kalau perorang luasan tanah makamnya beda, kalau per KK juga beda. Sedang kita atur,” terangnya.
Untuk program urunan, ia mengakui sudah berjalan dan telah melakukan beberapa kali upaya mencari tanah sebagai tempat pemakaman. Ia berharap, baik dari pemerintah Kota mau pun Provinsi, jika belum siap menyediakan tanah makam, setidaknya ada bantuan kepada masyarakat untuk membantu bergotong-royong urunan menyediakan lahan pemakaman. Karena tingginya harga tanah di Kota Mataram.
“Lahan pemakamannya tergantung kesepakatan, bisa di Kota Mataram, kalau ada yang jual lahan dan tidak dipermasalahkan untuk dijadikan lahan pemakaman. Atau bisa di luar Kota Mataram. Tergantung kesepakatan,” demikian Lalu Wahidin.
Sementara itu, Pengurus TPU Karang Medain, Baiq Sri Marlina menyampaikan kondisi pemakaman yang luasnya sekitar 1 hektar ini. Kondisinya sudah semakin penuh. Biasanya jenazah yang akan dimakamkan cukup didaftarkan oleh ahli waris atau pihak keluarga, dengan menyiapkan kartu identitas berupa KTP almarhum/almarhumah.
Fasilitas yang disediakan sudah sangat lengkap mulai dari terop, sound sistem, tukang gali kuburan, penimbun dan izin pemakaman. Pihak keluarga hanya membawa jenazah yang akan dimakamkan dan penceramah atau ustadznya.
Biaya yang disediakan tergantung yang diinginkan pihak keluarga, yaitu berkisar Rp850 ribu. Jika disertai penimbun papan standar biayanya menjadi Rp1.05 juta, sedangkan untuk kualitas papan yang lebih tebal biayanya menjadi Rp. 1,3 juta.
Di TPU Karang Medain tidak diberlakukan sistem pesan atau booking dari jauh-jauh hari, karena lahan pemakaman yang sudah penuh dan sempit. Pengurus TPU ini mengungkapkan jika sitem booking diberlakukan, akan berimbas kepada yang lain, yaitu tidak mendapatkan lahan pemakaman ketika dibutuhkan.
Sistem pemakamannya pun tidak berlaku makam permanen, melainkan sistem timbun dengan satu keluarga. Untuk orang lain, harus dicarikan lahan baru namun luas lahannya tidak seluas yang sudah digunakan, bisa dikatakan mepet dengan makam yang lain. Namun, karena lahan yang tersedia terbatas, masyarakat tidak ada yang menolak.
Untuk lokasi baru (makam baru), pengurus TPU menyarankan pihak keluarga menggunakan rumput, sedangkan lokasi lama (makam lama) menggunakan paping blok, dan tidak dibolehkan menggunakan keramik, marmer, hingga menggunakan granit secara penuh. Penggunaan keramik dan lainnya hanya diperbolehkan di bagian kepala saja.
Pesanan makam yang diterima tidak hanya berasal dari Kota Mataram saja, Marlina menyebutkan bahkan ada yang dari luar Kota Mataram. Bagi mereka yang dari luar kota, biasanya jenazahnya memiliki ahli waris dan sudah lama menetap di Kota Mataram, sehingga pemakamannya ditetapkan di TPU Karang Medain.
Untuk makam timbun, usia makam yang digunakan paling cepat adalah makam yang baru enam bulan hingga sembilan bulan, dan sudah bisa ditimbun dengan anggota keluarga. Menurut keterangan Marlina, biasanya yang seperti itu karena terdapat wasiat dari anggota keluarga untuk disatukan makamnya meski makamnya belum kering.
Sedangkan untuk pembongkaran makam, diberlakukan bagi makam yang tidak pernah dijenguk ahli waris selama puluhan tahun, seperti jangka waktu 20-25 tahun. Jika usia makamnya masih 2 hingga 5 tahun belum pernah didatangi ahli waris, belum bisa dibongkar karena harus ada persetujuan pihak yang berwenang. Biasanya, untuk ahli waris yang datang mencari makam keluarga yang kemudian sudah ditimbun, tetap diberikan tanda supaya ada tempat untuk berziarah.
TPU Karang Medain juga memberlakukan iuran setiap bulannya, namun diberlakukan bagi mereka yang makam keluarganya ingin dirawat dengan membayar Rp50 ribu per bulan. Namun, yang menjadi persoalan pengurus TPU adalah pihak yang memilih merawat makam sendiri tidak pernah datang mengunjungi.
Ia juga berharap, dengan lahan yang semakin sempit, pihak pemerintah segera memberikan solusi lahan pemakaman yang lebih luas dan memadai.
Ia juga berpesan, kepada pihak keluarga yang memilih merawat makamnya secara mandiri, untuk datang minimal satu kali sebulan agar membersihkan makam yang sudah dipenuhi rumput dan ilalang, hal itu dimaksudkan untuk kebersihan makam. (ulf)