Lombok (ekbisntb.com) – Penertiban lapak pedagang di Lapangan Umum Sakra, Lombok Timur (Lotim) oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) berujung ricuh, Kamis 2 Januari 2025. Para pedagang berusaha menghalangi petugas yang melakukan pembongkaran, meski pada akhirnya mereka hanya bisa pasrah menyaksikan lapak-lapak mereka dibongkar secara paksa.
Kasi Trantib Satpol PP Kecamatan Sakra, Agus Ihwani, menjelaskan pembongkaran dilakukan karena lapak-lapak tersebut kerap dijadikan tempat maksiat. Hal ini berdasarkan laporan masyarakat yang mengeluhkan adanya aktivitas seperti prostitusi, konsumsi minuman keras (miras), dan pelanggaran saat bulan Ramadhan.
Satpol PP Lotim sebelum melakukan pembongkaran telah melakukan investigasi. Dan pihaknya menemukan tempat itu sering digunakan untuk kegiatan maksiat. Selain itu, lapak-lapak ini juga dibangun secara ilegal di atas lahan milik pemerintah daerah tanpa izin.
Agus menambahkan, pembongkaran dilakukan kali ini merupakan ketiga kalinya. Sebelumnya pedagang terus membangun kembali lapak meskipun sudah diimbau untuk membongkarnya sendiri. Pemerintah juga memberikan tenggat waktu tiga minggu bagi pedagang untuk mengurus perizinan, tetapi mereka tidak memanfaatkannya.
Senada dengan Agus, Penjabat Kepala Desa Sakra, Zainul Arifin, mengatakan masyarakat setempat merasa sangat terganggu dengan keberadaan lapak yang sering dijadikan tempat prostitusi dan konsumsi miras.
Katanya, aktivitas maksiat itu menyebabkan Yang paling keberatan adalah masyarakat. “Kami tidak bisa membela kepentingan segelintir orang dibandingkan dengan masyarakat banyak yang merasa resah,” tuturnya.
Sementara itu, para pedagang mengaku kecewa dengan sikap pemerintah yang dinilai tidak adil. Mereka merasa tempat tersebut merupakan satu-satunya sumber penghasilan mereka selama bertahun-tahun. Para pedagang juga menagih janji pemerintah untuk membangun lapak baru yang hingga kini belum terealisasi.
Dituturkan, lapak-lapak ilegal tersebut sudah enam kali melakukan pembongkaran. “Kalau saja pemerintah membangun tempat jualan, kami siap menyewa. Tapi sampai sekarang kami tidak diberi solusi,” keluh Husnul, salah satu pedagang.
Situasi ini mencerminkan dilema antara penegakan aturan, kebutuhan masyarakat akan rasa aman, dan hak pedagang kecil untuk mencari nafkah. Pemerintah diharapkan segera mencari solusi yang adil agar konflik serupa tidak terus berulang. (rus)