Lombok (ekbisntb.com) – Penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) 2025 menjadi momentum penting bagi pekerja di Indonesia untuk memahami pentingnya terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Pramudya Iriawan Buntoro menegaskan, banyak pekerja yang seharusnya berhak menerima BSU namun terpaksa tidak mendapatkan karena tidak terdaftar sebagai peserta aktif.
“Kami sangat mengapresiasi peran pemerintah yang melibatkan BPJS Ketenagakerjaan sebagai penyedia awal data. Kami sudah menyerahkan sekitar 15 juta data peserta aktif yang memenuhi kriteria penerima BSU. Ini menunjukkan kepercayaan pemerintah terhadap peran kami,” ujar Pramudya, usai mendampingi Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka saat meninjau penyaluran BSU di Kantor POS Mataram, Jumat, 1 Agustus 2025.

Menurutnya, penyaluran BSU tahun ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, khususnya perusahaan dan pekerja. Ia menyayangkan masih banyak data pekerja yang belum diperbarui atau belum terdaftar, sehingga tak bisa dijadikan acuan untuk penyaluran bantuan.
“Data yang tidak akurat menjadi salah satu kendala. Karena itu, kami mendorong perusahaan untuk secara rutin meng-update database pekerjanya. Dan bagi pekerja informal maupun pekerja rentan yang belum jadi peserta, sangat rugi karena mereka kehilangan kesempatan untuk dapat bantuan seperti BSU,” imbuhnya.
Saat ini, BPJS Ketenagakerjaan mencatat cakupan kepesertaan aktif sekitar 39,5 juta orang. Angka tersebut baru mencakup sekitar 40 persen dari total angkatan kerja nasional. Artinya, masih lebih dari separuh angkatan kerja Indonesia belum terlindungi oleh jaminan sosial ketenagakerjaan.
“Kita tidak menghitung TNI, Polri, dan ASN karena mereka bukan peserta wajib. Tapi dari total pekerja lainnya yang eligible, masih banyak yang belum masuk sistem,” jelas Pramudya didampingi Kepala BPJS Ketenagakerjaan NTB, Nasrullah Umar.
Untuk meningkatkan cakupan kepesertaan, BPJS Ketenagakerjaan menyiapkan berbagai strategi. Salah satunya dengan memperkuat kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, hingga aparat penegak hukum.
“Perlu penguatan deregulasi, serta kolaborasi lintas sektor agar bisa meningkatkan kepatuhan perusahaan dalam mendaftarkan pekerjanya. Itu kunci agar perlindungan tenaga kerja semakin merata,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa keberadaan BSU yang berbasis data kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan telah menjadi insentif positif bagi para pekerja. Pasalnya, hanya pekerja aktif yang terdaftar dan memenuhi kriteria yang bisa menerima bantuan.
“Banyak yang rugi karena tidak mendaftar. Seharusnya berhak, tapi karena tidak tercatat sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, akhirnya tidak dapat BSU. Ini jadi pembelajaran besar bagi semuanya,” pungkasnya.
Ke depan, Pramudya berharap kebijakan bantuan dari pemerintah seperti BSU bisa terus hadir dan menjangkau lebih banyak pekerja. Namun untuk itu, kuncinya tetap pada kelengkapan dan validitas data yang bersumber dari kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan.(bul)